PM Paetongtarn Shinawatra dalam Sorotan: Satu Panggilan Hampir Robohkan Koalisi
Krisis politik kembali mengguncang Thailand, kali ini dipicu oleh sebuah insiden yang tampaknya sepele: sebuah panggilan telepon. Namun, siapa sangka, satu percakapan pribadi dari Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra justru hampir membuat koalisi pemerintahan runtuh. Dalam dunia politik yang dipenuhi intrik dan kepentingan, kata-kata bisa menjadi senjata yang lebih tajam dari peluru.
Isi Panggilan yang Menggegerkan
Panggilan yang kini ramai diperbincangkan publik itu kabarnya terjadi secara privat antara PM Paetongtarn dan seorang tokoh senior partai oposisi. Dalam rekaman yang diduga bocor ke media, terdengar pernyataan-pernyataan yang menyinggung peran beberapa menteri koalisi, serta indikasi manuver politik untuk mempertahankan kekuasaan dengan strategi yang dianggap “mengabaikan komitmen koalisi.”
Meskipun belum ada klarifikasi resmi dari pihak kantor perdana menteri, kebocoran isi panggilan ini langsung menyulut ketegangan dalam kabinet. Beberapa partai koalisi menyatakan kekecewaannya dan mempertanyakan komitmen Paetongtarn terhadap kesepakatan politik yang telah dibangun pasca pemilu.
Koalisi di Ambang Perpecahan
Situasi memanas saat dua partai besar dalam koalisi – Partai Demokrat Baru dan Partai Rakyat Progresif – menggelar pertemuan darurat dan secara terbuka menuntut klarifikasi dari Paetongtarn. Salah satu pimpinan partai menyebut, “Jika perdana menteri meragukan peran kami, untuk apa kami terus mendukung pemerintahannya?”
Ancaman mundurnya partai-partai ini dapat membuat komposisi koalisi kehilangan mayoritas di parlemen, yang berarti ancaman serius terhadap keberlangsungan pemerintahan.
Paetongtarn Buka Suara
Merespons badai politik yang muncul, Paetongtarn akhirnya angkat bicara dalam konferensi pers singkat. Ia mengakui adanya percakapan pribadi, namun membantah bahwa isinya bermaksud menjatuhkan mitra koalisinya.
“Saya menghormati kerja sama politik yang telah kami bangun. Namun, saya juga berhak berdiskusi secara pribadi untuk mengevaluasi masa depan bangsa,” ujar Paetongtarn. Pernyataan ini menuai reaksi beragam, antara yang menganggapnya bijak dan yang menilainya sebagai bentuk arogansi kekuasaan.
Dampak Politik dan Publik yang Terbelah
Skandal telepon ini membuka tabir keretakan internal yang selama ini tersembunyi. Meski Thailand telah melewati berbagai fase ketidakstabilan politik dalam satu dekade terakhir, insiden kali ini terjadi saat ekonomi sedang berjuang pulih dan kepercayaan publik terhadap pemerintah mulai meningkat.
Survei cepat yang dilakukan oleh lembaga independen menunjukkan bahwa lebih dari 60% responden merasa kecewa terhadap krisis yang muncul, dan menginginkan penyelesaian damai tanpa pengunduran diri massal.
Koalisi yang Rapuh dan Tantangan Demokrasi
Kisah ini menjadi pengingat bahwa dalam politik, komunikasi bukan hanya soal pesan, tetapi juga soal timing, audiens, dan dampaknya. Satu panggilan telepon bisa menjadi pemicu runtuhnya kepercayaan yang dibangun bertahun-tahun. Paetongtarn kini berada di titik krusial: mengembalikan harmoni dalam koalisi atau menghadapi babak baru instabilitas yang bisa mengguncang roda pemerintahan.
Apakah pemerintahan muda ini bisa bertahan dari badai yang datang dari dalam? Publik menanti jawabannya dalam waktu dekat.