Nelayan Babel Kepung Kantor Gubernur: Tolak Tambang Timah di Laut
Suasana memanas di depan Kantor Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Babel) pada awal pekan ini. Ratusan nelayan dari berbagai wilayah pesisir turun ke jalan, menggelar aksi demonstrasi besar-besaran sebagai bentuk penolakan terhadap aktivitas tambang timah di laut yang dianggap merusak ekosistem dan menghancurkan sumber penghidupan mereka.
Dengan membawa spanduk bertuliskan tuntutan seperti “Laut untuk Nelayan, Bukan untuk Tambang!” dan “Hentikan Perampasan Laut Kami”, para demonstran menuntut Gubernur Babel agar segera mencabut izin operasi tambang laut yang terus meluas di perairan Bangka Belitung.
Laut Jadi Ladang Tambang, Nelayan Terdesak
Menurut para nelayan, keberadaan kapal-kapal isap timah di wilayah tangkapan mereka menyebabkan kerusakan besar pada ekosistem laut. Terumbu karang rusak, habitat ikan hilang, dan hasil tangkapan mereka menurun drastis. “Kami tidak bisa lagi melaut seperti dulu. Mesin tambang itu tidak hanya menghisap timah, tapi juga menghisap masa depan kami,” kata Rahmat, seorang nelayan dari Sungailiat.
Selain rusaknya lingkungan, nelayan juga mengeluhkan dampak sosial dan ekonomi. Banyak di antara mereka kini mengalami kesulitan ekonomi karena penghasilan harian dari melaut anjlok tajam. “Kami bukan anti pembangunan, tapi tambang laut bukan solusi. Ini malah bencana buat kami,” tambahnya.
Tuntutan Tegas kepada Pemerintah Daerah
Aksi ini merupakan bentuk kekecewaan mendalam terhadap pemerintah daerah, yang dinilai abai terhadap nasib nelayan kecil. Mereka menilai Gubernur Babel lebih berpihak kepada korporasi tambang ketimbang rakyat pesisir. Dalam orasi yang dilakukan secara bergantian, para nelayan menuntut:
• Pencabutan izin tambang laut di wilayah tangkap nelayan tradisional
• Moratorium aktivitas tambang timah di laut
• Dialog terbuka antara nelayan, pemerintah, dan pemilik tambang
• Pemulihan ekosistem laut yang rusak
Massa aksi juga mendesak agar pemerintah pusat turun tangan untuk meninjau ulang kebijakan pertambangan laut di Bangka Belitung yang dinilai tidak berpihak pada keberlanjutan.
Gubernur Tak Hadir, Emosi Memuncak
Ironisnya, dalam aksi yang berlangsung damai namun penuh semangat itu, Gubernur Babel tidak menemui para pendemo secara langsung, membuat sebagian demonstran kecewa dan frustrasi. Aparat keamanan sempat memperkuat penjagaan di sekitar kantor gubernur untuk menghindari eskalasi.
“Kalau suara kami terus diabaikan, jangan salahkan kami kalau nanti kami turun lagi dengan jumlah lebih besar,” ujar koordinator aksi.
Laut Adalah Nafas Nelayan
Protes besar-besaran ini menegaskan bahwa tambang laut bukan hanya soal izin dan investasi, tetapi menyangkut kehidupan ribuan nelayan dan keberlanjutan lingkungan laut. Pemerintah diminta untuk tidak melihat laut semata sebagai lahan eksploitasi, tapi sebagai ruang hidup masyarakat yang harus dilindungi.
Aksi ini bisa menjadi titik balik kebijakan tambang laut di Indonesia, jika pemerintah mendengar dan bertindak bijak. Satu hal yang pasti: nelayan Bangka Belitung tidak akan tinggal diam saat laut mereka dirampas.